Rabu, 28 Juli 2010

Memakan Sepi

Sutan Iwan Soekri Munaf

Memakan Sepi

Setelah waktu memakan sepiku di antara bayang-bayang semangkok huruf dan segelas makna yang terhampar di meja hidupku. Kini, waktu – lewat anak-anaknya: detik, menit, jam, hari, minggu, bulan, tahun – menghisap sisa rindu yang mengalir deras dalam darahku. Mereka telah mengunyah-lumat seluruh langkah untuk kembali padamu.

Di meja ini, tak ada lagi perjamuan: Detik berdiri dari kursinya dan bergegas menampar lengangku yang datang berulang. Menit menangkap, lalu membanting penungguanku yang sia-sia. Jam menghujamkan kegetiran pada setiap tanda-tanda. Hari memberangus mimpi dan membenamkan hidupku dalam lubang kenyataan. Minggu membelenggu keinginan menapak ke bukit-bukit. Bulan membiarkan hiruk-pikuk dan buncah-kerak dalam setiap langkah yang kulewati. Tahun tak pernah lagi memberikan kado, karena rindu sudah terbelah-belah.

Dan sepi adalah es krim yang meleleh. Aku hanya menonton dengan air liur yang dikulum. Tanpa berbuat apa-apa. Waktu memakan sepiku!

Palembang Juni 2009

Tidak ada komentar:

Posting Komentar